DEN SHOIM

CATATAN HARIAN | BONSAI | TANAMAN HIAS | TANAMAN HERBAL | BIBIT | URBAN FARMING

November 14, 2016
0
Jual beli menurut Islam adalah mempertukarkan sesuatu yang setara, keduanya punya nilai, dan dilakukan dengan ridha. Si A mempunyai sekarung kurma. Ia bisa menukarkannya dengan sejumlah gandum milik si B. Takaran penukarnya bisa mereka rundingkan. Baik A maupun B punya barang yang bernilai.

Kang Hasan: Uang Nominal, Bank, dan Riba
Ilustrasi: Kang Hasan (Hasanudin Abdurakhman)
Selain dengan cara itu A bisa pula memberikan kurmanya kepada B, dengan B memberikan sejumlah emas. Dalam hal ini emas adalah sesuatu yang bernilai pula.
Bagaimana jual beli kita sekarang? Saya makan sepiring sate di sebuah warung. Saya membayar dengan tiga lembar kertas bertuliskan "10.000". Apakah kertas ini punya nilai? Tidak. Yang membuatnya bernilai adalah tulisan tadi. Tanpa tulisan itu, 3 lembar kertas tadi hanya berfungsi sebagai lap, dan nilainya tidak setara dengan sepiring sate.
Tiga lembar kertas itu adalah uang nominal atau fiat money. Ia tidak berasal dari sesuatu yang bernilai. Nilainya dipaksakan oleh sekelompok manusia atau sebuah badan, dalam hal negara kita ia adalah bank sentral. Jual beli dengan uang kertas adalah riba, karena mempertukarkan sesuatu yang bernilai dengan sesuatu yang tidak bernilai, atau dipaksakan nilainya.
Tak banyak orang membahas riba pada fiat money. Orang lebih heboh membahas riba pada bunga bank. Kenapa? Mungkin karena sekarang ada bank syariah, dan berbagai jenis bisnis berlabel syariah. Padahal asal usul bunga bank terkait erat dengan sistem fiat money.
Nah, siapa yang suka membahas riba pada fiat money? Mereka adalah orang-orang yang berbisnis uang emas dan perak. Tentu saja dalam keseharian mereka juga hidup dengan fiat money atau uang nominal.
You know what I mean.